IRC Bandung, 30 Mar. 25 – Perdebatan seputar peran gula dalam risiko kanker telah lama memicu kebingungan, dengan mitos sering mengalahkan bukti ilmiah.
Meskipun diet tidak diragukan lagi terkait dengan pencegahan kanker, para ahli mengatakan bahwa hubungan antara gula dan kanker lebih rumit daripada yang banyak orang sadari.
Untuk menjernihkan kesalahpahaman, ahli diet terdaftar Paige Welsh dari Cleveland Clinic menguraikan sains di balik konsumsi gula dan dampaknya pada kesehatan.
Baca Juga: Pola Makan di Usia Paruh Baya Jadi Kunci Utama Penuaan Sehat
Gula sebagai Bahan Bakar: Pedang Bermata Dua
Bertentangan dengan kepercayaan populer, gula bukanlah sesuatu yang “buruk” secara inheren. Faktanya, ia memainkan peran penting dalam memberi energi pada fungsi tubuh yang esensial.
Ketika kita mengonsumsi karbohidrat—baik itu dari makanan olahan seperti soda atau pilihan yang lebih sehat seperti buah-buahan dan biji-bijian utuh—mereka dipecah menjadi glukosa, sejenis gula yang berfungsi sebagai sumber energi utama tubuh.
“Otak, otot, dan bahkan proses regenerasi kita bergantung pada glukosa untuk berfungsi secara optimal,” jelas Welsh. “Ini berarti bahwa glukosa tidak hanya diperlukan—tetapi esensial untuk bertahan hidup.”
Kesalahpahaman muncul ketika orang mengasumsikan bahwa gula secara langsung menyuburkan pertumbuhan kanker. Meskipun benar bahwa semua sel, termasuk sel kanker, bergantung pada glukosa untuk energi, tidak ada bukti kuat bahwa mengonsumsi gula menyebabkan kanker atau mempercepat perkembangan tumor.
Sebaliknya, kekhawatiran yang lebih besar terletak pada jenis dan jumlah gula yang dikonsumsi.
Gula Tambahan: Ancaman Tersembunyi
Sementara gula alami dalam makanan utuh seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh disertai dengan serat, vitamin, dan antioksidan, gula tambahan menceritakan cerita yang berbeda.
Gula-gula tambahan ini, yang biasa ditemukan dalam makanan olahan dan minuman manis, dapat berkontribusi pada penambahan berat badan, obesitas, dan peradangan kronis—semua faktor risiko kanker.
Welsh menekankan pentingnya membatasi asupan gula tambahan untuk melindungi kesehatan jangka panjang. “Untuk wanita, batas harian yang direkomendasikan adalah 25 gram gula tambahan, sementara pria sebaiknya tidak lebih dari 36 gram,” saran Welsh.
“Namun ingat, semakin sedikit semakin baik. Membaca label nutrisi dapat membantu Anda tetap berada dalam batas ini dan menghindari gula tersembunyi yang sering terselip dalam camilan favorit Anda.”
Kekuatan Makanan Utuh
Alih-alih mengharamkan gula sepenuhnya, Welsh mendorong pergeseran menuju makanan utuh yang padat nutrisi dan mengandung gula secara alami. Misalnya, buah-buahan memberikan glukosa bersama dengan serat, yang memperlambat pencernaan dan membantu mengatur kadar gula darah.
Ini membuat mereka alternatif yang lebih sehat dibandingkan dengan makanan manis olahan.
Menikmati camilan seperti cokelat atau es krim bukanlah larangan—selama dilakukan secara moderat. “Semua ini tentang keseimbangan,” kata Welsh. “Jika Anda mendambakan sesuatu yang manis, kombinasikan dengan pilihan sehat, seperti buah atau kacang-kacangan, untuk menciptakan camilan yang lebih memuaskan dan bernutrisi.”
Kasus Kanker Mulut yang Meningkat: Apakah Minuman Manis Jadi Penyebab?
Dalam penelitian terkait, para ilmuwan telah menemukan alasan lain untuk mempertimbangkan kembali konsumsi minuman manis.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Washington menemukan hubungan signifikan antara konsumsi minuman manis secara rutin dan peningkatan risiko kanker mulut.
Dari 162.602 wanita yang dipelajari selama tiga dekade, mereka yang mengonsumsi satu atau lebih minuman manis setiap hari hampir lima kali lebih mungkin mengembangkan kanker mulut dibandingkan mereka yang minum kurang dari satu per bulan.
Bahkan non-perokok dan mereka yang tidak minum alkohol pun tidak terbebas—wanita yang menghindari tembakau dan alkohol tetapi secara teratur mengonsumsi minuman manis menghadapi risiko 5,46 kali lebih tinggi.
Para peneliti berspekulasi bahwa pola makan Barat, yang ditandai dengan konsumsi gula tinggi, dapat memicu peradangan kronis, yang berpotensi meningkatkan kemungkinan kanker mulut.
“Insiden kanker rongga mulut meningkat di kalangan individu muda dan non-perokok secara global,” tulis para peneliti. “Ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan, terutama konsumsi gula tinggi, bisa menjadi faktor penyebab tren ini.”
Meskipun studi ini tidak membuktikan hubungan sebab-akibat, ia menyoroti perlunya investigasi lebih lanjut—dan menawarkan alasan lain yang sangat kuat untuk mengurangi minuman manis.
Pendekatan Holistik untuk Pencegahan Kanker
Kesimpulannya? Gula itu sendiri bukanlah musuh, tetapi konsumsi berlebihan gula tambahan dan pola makan yang tidak sehat dapat membuka jalan bagi masalah kesehatan serius, termasuk kanker.
Dengan memprioritaskan makanan utuh yang tidak diolah dan menjaga asupan gula tambahan, Anda dapat mengambil langkah-langkah berarti untuk mengurangi risiko Anda.
Jangan Lewatkan: Sejumlah Ancaman Tersembunyi di Minuman Manis bagi Kesehatan Tubuh Anda, Masih Berani Minum?
Saran Welsh cukup sederhana: fokus pada keseimbangan, kesadaran, dan moderasi.
“Makan dengan baik bukan tentang pengharaman—ini tentang membuat pilihan pintar yang mendukung kebutuhan tubuh Anda,” katanya. “Perubahan kecil, seperti mengganti minuman manis dengan air putih atau memilih buah daripada permen, dapat membuat perbedaan besar dari waktu ke waktu.”
Seiring para peneliti terus mengeksplorasi hubungan rumit antara diet dan penyakit, satu hal tetap jelas: gaya hidup sehat dimulai dengan keputusan yang tepat. Baik itu mengurangi gula tambahan atau merangkul makanan padat nutrisi, setiap pilihan berarti dalam perjuangan melawan kanker dan penyakit kronis lainnya.