Bahaya Konsumsi Protein Berlebihan: Apakah Anda Terlalu Banyak Mengonsumsinya?

oleh
oleh
Daging salah satu sumber protein hewani yang paling digemari. (Foto: Freepik)

Dalam beberapa tahun terakhir, protein telah menjadi bintang utama tren diet sehat.

Banyak orang berlomba-lomba meningkatkan asupan protein demi mendapatkan tubuh yang lebih kuat, energi yang lebih tinggi, dan rasa kenyang lebih lama.

Namun, di balik gemerlapnya label “tinggi protein” pada produk makanan dan minuman, ada fakta-fakta penting yang sering terabaikan.

Apakah kita benar-benar membutuhkan banyak protein? Dan apa risiko dari konsumsi protein berlebihan?

Baca Juga: Minuman Bersoda Tingkatkan Risiko Stroke, Ini Penjelasan Ahli

Protein Mania: Tren yang Tak Terbendung

Menurut survei nasional, hingga separuh orang dewasa meningkatkan asupan protein mereka tahun lalu. Pencarian online untuk makanan tinggi protein juga melonjak dua kali lipat sejak 2023.

Produk seperti keju cottage, yang dulu identik dengan diet membosankan, kini naik daun karena kandungan proteinnya yang tinggi namun rendah lemak. Bahkan, pasar bar protein global diprediksi akan tumbuh dari £3,71 miliar pada tahun 2022 menjadi £5,6 miliar pada tahun 2029.

Namun, semakin banyak konsumen yang mulai menyadari bahwa tidak semua produk protein diciptakan sama.

Beberapa bar protein olahan ternyata mengandung lebih banyak lemak daripada cokelat Mars, sehingga produk protein “bersih” tanpa pengawet atau bahan tambahan kini lebih diminati. Misalnya, Roam, sebuah merek bar protein, menggunakan daging sapi rumput, kalkun bebas kandang, dan babi organik dalam produknya.

Menurut polling oleh Savanta, alasan utama orang mengonsumsi lebih banyak protein adalah agar tetap sehat, meningkatkan energi, dan merasa kenyang lebih lama—bukan sekadar untuk membangun otot.

Namun, tren ini telah mendorong banyak orang, terutama pria, untuk mengonsumsi protein secara berlebihan bahkan hingga mengorbankan nutrisi lainnya.

Beberapa penggemar protein ekstrem dilaporkan mengonsumsi hingga 56 putih telur setiap hari. Tetapi, apakah tubuh benar-benar membutuhkan sebanyak itu?

Berapa Banyak Protein yang Kita Butuhkan?

Claire Thornton-Wood, ahli diet terdaftar dan juru bicara British Dietetic Association, menjelaskan bahwa kebanyakan orang dewasa sudah mendapatkan cukup protein dari pola makan normal mereka.

Rekomendasi umum adalah 0,75 gram protein per kilogram berat badan. Bagi orang di atas usia 50 tahun, angka ini meningkat menjadi 1 gram per kilogram karena penyerapan protein menurun seiring bertambahnya usia.

Sementara itu, mereka yang melakukan latihan pembentukan otot disarankan mengonsumsi antara 1,2 hingga 2 gram protein per kilogram berat badan.

Sebagai contoh, pria dengan berat rata-rata 12 stone (sekitar 76 kg) membutuhkan sekitar 57 gram protein per hari, sedangkan wanita dengan berat rata-rata 10 stone (sekitar 63 kg) membutuhkan sekitar 48 gram.

Di Inggris, rata-rata pria mengonsumsi sekitar 85 gram protein per hari, sementara wanita mengonsumsi sekitar 67 gram.

Bagaimana Mendapatkan Keseimbangan yang Tepat?

Pola makan sehat dengan distribusi protein yang merata di setiap waktu makan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan harian.

Misalnya, sarapan oatmeal dengan susu memberikan sekitar 14 gram protein, sandwich tuna dan jagung manis dengan roti biji-bijian utuh memberikan 26 gram, dan dada ayam dengan sayuran untuk makan malam memberikan 35 gram. Camilan seperti segenggam kacang juga menambahkan sekitar 7 gram protein.

Thornton-Wood menambahkan bahwa kita juga mendapatkan protein dalam jumlah kecil dari sayuran, susu dalam minuman panas, bahkan dari camilan seperti cokelat dan biskuit.

Namun, banyak orang yang mengonsumsi suplemen protein seperti shake dan bar mungkin hanya membuang-buang uang, karena tubuh tidak dapat menyimpan protein.

Kelebihan protein akan dipecah menjadi asam amino dan dikeluarkan jika tidak digunakan, atau dikonversi menjadi glukosa dan disimpan sebagai lemak.

Apa Risiko Mengonsumsi Terlalu Banyak Protein?

Protein adalah nutrisi penting yang ditemukan di seluruh tubuh, bukan hanya di otot tetapi juga di tulang, kulit, rambut, dan jaringan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa risiko utama bukanlah jumlah protein itu sendiri, tetapi bentuk protein yang dikonsumsi.

  • Peradangan : Penelitian di Universitas Navarra menemukan bahwa protein hewani tertentu dapat menyebabkan peradangan lebih tinggi dibandingkan protein dari kacang-kacangan, biji-bijian, dan legum.
  • Penyakit Jantung : Konsumsi daging merah, terutama daging olahan, dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan stroke.
  • Kanker Usus : Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa daging olahan bersifat karsinogenik, sementara daging merah kemungkinan besar bersifat karsinogenik.
  • Gagal Ginjal : Konsumsi protein berlebih dapat memberi tekanan pada ginjal, meningkatkan risiko batu ginjal dan gagal ginjal.
  • Diabetes Tipe 2 : Mengonsumsi lebih banyak daging merah meningkatkan risiko diabetes, sementara kacang-kacangan dan unggas dikaitkan dengan risiko lebih rendah.

Mitos tentang Protein Hewani vs. Nabati

Survei baru dari Morning Consult dan Physicians Committee for Responsible Medicine menemukan bahwa 87% orang dewasa AS percaya bahwa mereka memerlukan produk hewani seperti daging, susu, telur, atau ikan untuk mendapatkan cukup protein .

Fakta ini bertentangan dengan penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa protein nabati tidak kalah efektif dibandingkan protein hewani.

“Protein nabati telah terbukti sama efektifnya dengan protein hewani dalam membangun otot, selama jumlah proteinnya setara,” kata Roxanne Becker, editor medis dan pendidik dari Physicians Committee for Responsible Medicine.

Selain itu, protein nabati kaya akan serat dan nutrisi lain yang tidak dimiliki oleh protein hewani.

Misalnya, meta-analisis terhadap 13 uji klinis menunjukkan bahwa protein nabati sama efektifnya dengan protein hewani dalam mempertahankan dan membangun massa otot serta kekuatan.

Studi tambahan pada pria yang mengonsumsi diet vegan atau omnivora juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam peningkatan otot selama 12 minggu ketika dikombinasikan dengan program latihan kekuatan.

Langkah Praktis untuk Pola Makan Sehat

Jika Anda penggemar daging, kemungkinan besar Anda tidak akan langsung meninggalkan daging sepenuhnya. Namun, Anda bisa mulai mengurangi konsumsi daging dan beralih ke protein nabati.

Xavier Toledo, ahli gizi dari Physicians Committee for Responsible Medicine, menyarankan untuk memulai dengan menambahkan lebih banyak makanan nabati yang sudah Anda sukai, seperti roti gandum utuh, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sayuran.

“Anda tidak harus mengubah pola makan secara drastis,” kata Toledo. “Mulailah dengan mengganti separuh porsi daging biasa Anda dengan kacang-kacangan atau lentil. Lambat laun, Anda akan menemukan bahwa hidangan tersebut tetap memuaskan, bahkan tanpa daging.”

Beberapa alternatif protein nabati seperti tofu marinasi, seitan, dan tempe memiliki tekstur mirip daging dan bisa dimasak dengan cara yang sama. “Mereka adalah bahan serbaguna yang menyerap bumbu dengan baik, sehingga rasanya tak kalah lezat dari daging,” tambah Toledo.

Jangan Lewatkan: Bahaya Duduk Terlalu Lama: Ancaman Serius bagi Kesehatan Jantung di Era Modern

Kuncinya adalah Keseimbangan

Meskipun protein adalah nutrisi penting, kuncinya adalah keseimbangan. Pilih sumber protein yang sehat, seperti ikan, kacang-kacangan, dan biji-bijian, serta hindari konsumsi berlebihan yang dapat membahayakan kesehatan.

Ingatlah bahwa transisi ke pola makan berbasis tumbuhan tidak harus dilakukan secara ekstrem.

Dengan langkah-langkah kecil, Anda dapat menikmati manfaat kesehatan dari protein nabati tanpa harus mengorbankan kenikmatan makan.

banner 600x150

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.