Merawat Bumi dengan Prinsip Islam dan Keberlanjutan

oleh
oleh
IRC Way: Panduan Islami untuk Gaya Hidup Sehat & Ramah Lingkungan | IRC

Dalam khazanah ajaran Islam, manusia tidak hanya diciptakan sebagai hamba, tetapi juga sebagai khalifah yang ditugasi menjaga keseimbangan alam (QS. Al-Baqarah: 30).

Data Global Footprint Network (2023) mengungkap, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah per tahun, di mana 15%-nya mencemari lautan.

Angka ini menjadi cermin betapa urgensi menjaga alam bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga bentuk ketaatan pada perintah rahmatan lil ‘alamin — kasih sayang bagi seluruh semesta.

Baca Juga: Healthy Social: Membangun Lingkungan Sosial dan Alam Sehat Berbasis Nilai-Nilai Islam

Menjaga Alam: Integrasi Nilai Quran dan Konservasi

Al-Quran secara tegas menyatakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.” (QS. Al-A’raf: 56). Ayat ini menjadi landasan bahwa merusak lingkungan adalah bentuk pengingkaran terhadap amanah Ilahi.

Salah satu aksi nyata yang selaras dengan prinsip ini adalah menanam pohon.

Menurut studi World Agroforestry (2022), satu pohon dewasa mampu menyerap 22 kg CO2 per tahun, setara dengan emisi kendaraan bermotor selama 40 km.

Dalam perspektif Islam, aktivitas ini tidak sekadar mengurangi polusi, tetapi juga termasuk sadaqah jariyah. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jika kiamat tiba, sedangkan di tangan salah seorang dari kalian ada bibit kurma, maka tanamlah!” (HR. Ahmad).

Pesan ini menegaskan bahwa menjaga kelestarian alam adalah kewajiban yang tak terhenti oleh waktu.

Tak hanya itu, prinsip zero-waste dan penggunaan sumber daya secara bijak juga menjadi bagian dari sunnah Nabi. Misalnya, dalam berwudu, Islam mengajarkan untuk tidak berlebihan menggunakan air, meski sedang berada di sungai yang mengalir.

Hal ini relevan dengan data Badan Pusat Statistik (2023) yang menyebutkan bahwa 30% wilayah Indonesia mengalami krisis air bersih selama musim kemarau.

Dengan demikian, hemat air bukan hanya kebiasaan baik, tetapi juga bentuk pengamalan ajaran agama.

Praktik Harian: Dari Skala Rumah Tangga ke Komunitas

Gaya hidup ramah lingkungan tidak memerlukan perubahan drastis, tetapi konsistensi dalam hal-hal kecil. Berikut praktik yang bisa diadopsi:

Mengurangi Ketergantungan pada Plastik

Plastik sekali pakai adalah musuh lingkungan yang nyata. Menurut KLHK (2023), 65% sampah di TPA Indonesia berasal dari plastik, yang membutuhkan 450 tahun untuk terurai. Solusinya, gunakan tote bag berbahan katun organik saat berbelanja atau wadah stainless steel untuk menyimpan makanan.

Di Jepang, gerakan “mottainai” (anti-pemborosan) berhasil mengurangi sampah plastik hingga 40% dalam 5 tahun. Prinsip ini sejalan dengan ajaran Islam yang melarang israf (berlebihan).

Mengolah Sampah Organik menjadi Kompos

Data KLHK (2023) menunjukkan bahwa 60% sampah rumah tangga adalah organik. Sampah ini bisa diolah menjadi kompos, yang tidak hanya mengurangi volume TPA, tetapi juga menyuburkan tanah.

Di Tasikmalaya, seorang ibu rumah tangga Deviani dengan komunitasnya, aktif mengajarkan warga mengubah sampah menjadi cairan pembersih ramah lingkungan (eco-enzyme). Aktivitas ini juga mengikuti prinsip al-isti’mal al-mubadalah (pemanfaatan ulang) dalam fikih lingkungan.

Adopsi Energi Terbarukan

Al-Quran menyebut matahari sebagai “sirajan wahhaja” (pelita yang terang-benderang) (QS. An-Naba’: 13). Ini menjadi dasar etis untuk memanfaatkan energi surya.

Di Masjid Istiqlal, Jakarta, pemasangan panel surya berhasil menghemat 20% biaya listrik bulanan. Menurut Institute for Essential Services Reform (2022), potensi energi surya di Indonesia mencapai 207,8 GW, namun baru 0,2% yang dimanfaatkan.

Komunitas IRC Way di Bandung aktif mensosialisasikan penggantian pemakaian air kemasan dengan dispenser isi ulang, mengurangi 30% sampah plastik dalam 6 bulan. Mereka juga mendukung pelatihan pembuatan kompos bagi ibu-ibu PKK, untuk menghasilkan pupuk organik yang bisa digunakan untuk tanaman.

Menginspirasi Umat: Kolaborasi untuk Perubahan Bersama

Mengajak masyarakat hidup ramah lingkungan memerlukan pendekatan dakwah bil hal (dakwah melalui tindakan nyata). Dr. Fatma Wijaya, pakar ekologi Islam dari UIN Jakarta, dalam bukunya Green Deen (2021), menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga.

Contohnya, kampanye #QuranicEcoChallenge yang diinisiasi oleh Nahdlatul Ulama berhasil mengajak 10.000 partisipan menanam 1 juta pohon di lahan kritis.

Edukasi melalui media sosial juga efektif. Konten kreatif seperti tutorial membuat eco-brick dari sampah plastik atau kisah sukses petani urban yang mengadopsi pertanian hidroponik bisa menjadi viral.

Di Turki, gerakan “Zero Waste Blue” yang dipimpin Ibu Negara Emine Erdoğan berhasil mengurangi sampah laut hingga 50% dengan melibatkan 12.000 relawan.

Untuk menarik minat generasi muda, libatkan mereka dalam proyek berdampak langsung. Misalnya, program “Sekolah Hijau” di Surabaya mengajak siswa menanam sayuran di kebun sekolah, yang hasilnya dijual ke pasar lokal.

Pendekatan ini tidak hanya mengajarkan tanggung jawab lingkungan, tetapi juga kewirausahaan.

Jangan Lewatkan: IRC Healthy Living: Keseimbangan Pikiran, Fisik, dan Spiritual

Setiap Langkah Adalah Ibadah

Rasulullah SAW bersabda, “Dunia ini hijau dan indah, dan Allah menjadikan kalian sebagai pengelolanya.” (HR. Muslim). Setiap aksi kecil—mengurangi plastik, menanam pohon, atau menghemat energi—adalah investasi untuk kehidupan akhirat.

IRC Way mengajarkan bahwa gaya hidup ramah lingkungan bukan sekadar tren, tetapi manifestasi dari keimanan. Dengan konsistensi, kita bisa mewariskan bumi yang lestari untuk generasi mendatang, sekaligus meraih pahala yang tak terputus.

banner 600x150

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.