Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan terutama menyerang paru-paru. Di sisi lain, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi TBC dan mengalami komplikasi yang lebih berat. Selain itu, faktor lingkungan seperti kelembaban udara (humidity) juga berperan dalam penyebaran penyakit ini. Artikel ini akan membahas bagaimana diabetes meningkatkan kerentanan terhadap TBC serta peran kelembaban dalam mendukung penyebaran infeksi.
Hubungan Diabetes dan TBC
Beberapa faktor utama yang menyebabkan penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi TBC meliputi:
Gangguan Sistem Imun
Diabetes menyebabkan disfungsi makrofag dan sel T yang merupakan garis pertahanan utama tubuh dalam melawan M. tuberculosis.
Peningkatan kadar glukosa dalam darah menghambat aktivitas fagositosis, sehingga bakteri lebih sulit dikendalikan.
Hiperglikemia dan Pertumbuhan Bakteri
- tuberculosis dapat bertahan dalam lingkungan dengan kadar glukosa tinggi, yang mempercepat perkembangbiakan bakteri di paru-paru.
Penderita diabetes mengalami peningkatan stres oksidatif dan inflamasi kronis, yang memperburuk infeksi TBC.
Respons Imun yang Tidak Optimal
Diabetes sering dikaitkan dengan peningkatan kadar sitokin proinflamasi yang berlebihan, menyebabkan peradangan kronis tanpa efektif mengeliminasi infeksi.
Penderita diabetes juga mengalami gangguan dalam produksi interferon-gamma (IFN-γ), yang penting dalam mengaktivasi makrofag untuk membunuh M. tuberculosis.
Peran Kelembaban Udara dalam Penyebaran TBC
Kelembaban udara tinggi memainkan peran penting dalam penyebaran M. tuberculosis dengan beberapa mekanisme berikut:
Meningkatkan Viabilitas Droplet Nuklei
TBC menyebar melalui droplet nuklei yang dihasilkan saat penderita batuk atau bersin.
Dalam kondisi kelembaban tinggi, droplet ini bertahan lebih lama di udara, meningkatkan kemungkinan orang lain menghirup bakteri.
Lingkungan yang Memfasilitasi Pertumbuhan Bakteri
Tempat dengan kelembaban tinggi cenderung memiliki ventilasi buruk, menciptakan kondisi ideal untuk penyebaran infeksi.
tuberculosis dapat bertahan lebih lama di lingkungan lembab dibandingkan daerah dengan kelembaban rendah.
Pengaruh terhadap Pasien Diabetes
Penderita diabetes yang tinggal di daerah dengan kelembaban tinggi memiliki risiko lebih besar terkena TBC karena meningkatnya paparan terhadap droplet infeksius.
Kondisi ini diperparah dengan tingginya kadar gula dalam darah yang membuat sistem imun kurang responsif dalam melawan infeksi.
Potensi Racun Lebah dalam Mengatasi Infeksi TBC pada Penderita Diabetes
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa racun lebah (bee venom) memiliki potensi sebagai agen antibakteri dan antiinflamasi. Komponen utama dalam racun lebah, seperti melitin dan fosfolipase A2 (PLA2), diklaim memiliki efek terhadap patogen, termasuk bakteri penyebab TBC.
Efek Antibakteri
Melitin dapat merusak membran sel bakteri dan meningkatkan permeabilitasnya, tetapi belum ada bukti kuat bahwa ia mampu menembus dinding sel M. tuberculosis.
PLA2 dapat mengganggu fosfolipid dalam membran sel bakteri, namun efektivitasnya terhadap bakteri dengan dinding sel kaya lipid seperti M. tuberculosis masih perlu diteliti lebih lanjut.
Efek Anti-inflamasi pada Penderita Diabetes
Racun lebah memiliki sifat antiinflamasi yang dapat membantu mengurangi peradangan kronis akibat hiperglikemia.
Beberapa studi awal menunjukkan bahwa racun lebah dapat meningkatkan sensitivitas insulin, yang secara tidak langsung membantu penderita diabetes dalam menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Tantangan dalam Penggunaan Bee Venom untuk TBC
Tidak semua penderita dapat menerima terapi ini karena adanya risiko alergi terhadap racun lebah.
Penggunaan racun lebah sebagai terapi tambahan belum memiliki bukti klinis yang cukup untuk mendukung efektivitasnya terhadap TBC.
Pencegahan dan Pengelolaan TBC pada Penderita Diabetes
Karena tingginya risiko TBC pada penderita diabetes, langkah-langkah berikut sangat penting untuk dilakukan:
Kontrol Gula Darah
Menjaga kadar gula darah tetap stabil dengan pola makan sehat dan olahraga teratur dapat mengurangi risiko infeksi.
Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin)
Vaksin BCG dapat memberikan perlindungan sebagian terhadap infeksi TBC, meskipun efektivitasnya bervariasi.
Ventilasi dan Higiene Lingkungan
Memastikan lingkungan tempat tinggal memiliki sirkulasi udara yang baik untuk mengurangi risiko penyebaran TBC.
Pengobatan Profilaksis untuk Penderita Diabetes Berisiko Tinggi
Pasien diabetes dengan riwayat kontak dengan penderita TBC sebaiknya menjalani terapi profilaksis dengan isoniazid untuk mencegah perkembangan infeksi.
Penggunaan Antibiotik Standar
Jika penderita diabetes terdiagnosis TBC, pengobatan dengan kombinasi antibiotik standar seperti isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid tetap menjadi pilihan utama.
Kesimpulan
Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi terkena TBC akibat gangguan sistem imun dan kadar gula darah yang tinggi. Faktor kelembaban udara juga berperan dalam meningkatkan penyebaran bakteri TBC, terutama di lingkungan dengan ventilasi buruk. Meskipun racun lebah menunjukkan potensi sebagai agen antibakteri dan antiinflamasi, bukti ilmiah saat ini belum cukup kuat untuk menggantikan terapi standar TBC. Oleh karena itu, pengendalian gula darah, perbaikan lingkungan, serta terapi antibiotik tetap menjadi strategi utama dalam mengatasi TBC pada penderita diabetes.
Daftar Pustaka
World Health Organization. (2022). Global Tuberculosis Report 2022. WHO.
Jeon, C. Y., & Murray, M. B. (2008). Diabetes mellitus increases the risk of active tuberculosis: a systematic review of 13 observational studies. PLoS Medicine, 5(7), e152.
Restrepo, B. I. (2016). Diabetes and tuberculosis. Microbiology Spectrum, 4(6).
Chen, H. C., et al. (2019). Bee venom and its components: promising agents for treating rheumatoid arthritis and other inflammatory diseases. Frontiers in Pharmacology, 10, 1074.
Riza, A. L., Pearson, F., Ugarte-Gil, C., et al. (2019). Clinical management of concurrent diabetes and tuberculosis and the implications for patient services. The Lancet Diabetes & Endocrinology, 7(9), 739-753.