IRC Bandung, 8 Maret 2025 – Hanya dalam lima hari mengonsumsi makanan ultra-olahan tinggi kalori, otak dan tubuh dapat mengalami perubahan signifikan. Temuan ini diungkap dalam sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Institute for Diabetes Research and Metabolic Diseases di Helmholtz Center Munich, Universitas Tübingen, bekerja sama dengan German Center for Diabetes Research.
Studi ini menunjukkan bahwa diet singkat tersebut dapat mengganggu respons insulin otak, meningkatkan lemak hati, dan memengaruhi sistem penghargaan otak—efek yang bertahan bahkan setelah kembali ke pola makan normal.
Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan di Otak Manusia, Ilmuwan Peringatkan Risiko Kesehatan
Perubahan Respons Insulin Otak
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Metabolism ini melibatkan 29 pria sehat berusia 19–27 tahun dengan indeks massa tubuh (IMT) normal (19–25 kg/m²). Sebanyak 18 partisipan diminta mengonsumsi tambahan 1.500 kkal per hari dari camilan ultra-olahan seperti cokelat dan keripik selama lima hari. Sementara itu, 11 partisipan lainnya menjalani diet biasa sebagai kelompok kontrol.
Meskipun asupan kalori meningkat rata-rata 1.200 kkal per hari, berat badan partisipan tidak berubah secara signifikan. Namun, pemindaian otak menggunakan functional magnetic resonance imaging (fMRI) mengungkap perubahan mencolok dalam responsivitas insulin otak. Insulin, hormon yang berperan dalam mengatur nafsu makan dan metabolisme, menunjukkan peningkatan aktivitas di beberapa area otak seperti korteks insular dan midbrain.
Yang mengejutkan, satu minggu setelah kembali ke diet normal, aktivitas insulin justru menurun di area kognitif seperti hipokampus dan fusiform gyrus. Penurunan ini berkorelasi dengan peningkatan lemak hati, yang naik dari 1,55% menjadi 2,54% selama intervensi. Resistensi insulin di otak dikaitkan dengan obesitas, diabetes tipe 2, dan disfungsi kognitif.
Gangguan pada Sistem Penghargaan Otak
Salah satu temuan paling menarik dari studi ini adalah dampak diet singkat terhadap sistem penghargaan (reward system) otak. Partisipan yang mengonsumsi makanan ultra-olahan menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap penghargaan dan peningkatan sensitivitas terhadap hukuman. Artinya, mereka menjadi kurang termotivasi oleh hasil positif dan lebih reaktif terhadap hasil negatif.
Perubahan ini mirip dengan pola yang terlihat pada penderita obesitas, di mana otak cenderung lebih memilih makanan padat kalori. Meskipun efek ini cenderung memudar setelah kembali ke diet normal, respons otak tidak sepenuhnya pulih dalam waktu satu minggu.
Dampak pada Hati dan Kesehatan Metabolik
Selain perubahan otak, studi ini juga menyoroti dampak cepat makanan ultra-olahan pada hati. Dalam lima hari, kadar lemak hati partisipan meningkat signifikan. Penumpukan lemak hati merupakan faktor risiko untuk penyakit metabolik seperti diabetes tipe 2 dan perlemakan hati non-alkohol.
Hati berperan penting dalam metabolisme nutrisi. Ketika dibanjiri kelebihan gula dan lemak, hati menyimpan kelebihan tersebut sebagai trigliserida, yang dapat mengganggu fungsinya dalam mengatur gula darah dan membuang racun.
Implikasi Jangka Panjang
Studi ini menegaskan bahwa perubahan otak dan metabolisme dapat terjadi bahkan sebelum ada kenaikan berat badan yang terlihat. Hal ini menunjukkan bahwa otak mungkin memainkan peran kunci dalam perkembangan obesitas dan penyakit terkait, terlepas dari perubahan fisik.
“Temuan ini mengingatkan kita bahwa dampak makanan ultra-olahan tidak hanya terlihat pada berat badan, tetapi juga pada fungsi otak dan organ vital seperti hati,” kata salah satu peneliti dalam studi tersebut.
Pesan untuk Masyarakat
Temuan ini menegaskan pentingnya membatasi konsumsi makanan ultra-olahan. Meskipun efeknya terlihat dalam waktu singkat, dampaknya dapat bertahan dan memengaruhi kebiasaan makan serta kesehatan metabolik dalam jangka panjang.
Ahli gizi menyarankan untuk lebih memilih makanan alami dan seimbang, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein rendah lemak. Selain itu, aktivitas fisik teratur juga penting untuk menjaga kesehatan metabolik dan mencegah penumpukan lemak hati.
Jangan Lewatkan: Ancaman Obesitas Global di Masa Depan
Kembali ke Makanan dan Gaya Hidup Alami
Studi ini memberikan bukti kuat bahwa hanya lima hari mengonsumsi makanan ultra-olahan tinggi kalori cukup untuk mengubah respons otak terhadap insulin, meningkatkan lemak hati, dan mengganggu sistem penghargaan otak. Perubahan ini, yang menyerupai pola pada penderita obesitas, terjadi bahkan tanpa kenaikan berat badan.
Dengan memahami mekanisme ini, masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap dampak jangka panjang kebiasaan makan tidak sehat. Langkah pencegahan, seperti mengurangi konsumsi makanan ultra-olahan dan meningkatkan aktivitas fisik, dapat membantu menghindari obesitas serta penyakit metabolik terkait. (an dari berbagai sumber)